Indonesia Creative




Aku pernah baca poster kegiatan ini. Pembicara yang kuingat adalah Riri Riza dan JFC (Jember Fashion Carnival). Karena aku melihat tiket yang sekian ratus ribu rupiah, aku memalingkan muka dari poster itu (hm…). Nggak nyangka kemudian mereka menggratiskan 15 tiket untuk tiap-tiap perwakilan organisasi.
Karena teman-teman banyak yang berminat, awalnya aku tahu Ubi Mahar, Nizar, dan Indah, maka aku memutuskan untuk ikut. Aku kemudian tahu Ratna, Nining, Rio, Fandi, Putri, dan Dhini berminat. Singkat cerita, kami berangkat ke Gramedia Expo. Kemudian bergabung dengan kerumunan lainnya sambil menunggu pintu dibuka. Oh ya, kami menemui beberapa kesulitan (biasa, kalau nggak ada kesulitan mungkin nggak akan jadi cerita yang bagus). Intinya, kami telat untuk mendaftar sehingga tidak mendapat pita dan print out tiket. Agak menunggu lama sampai kami sempat bermain game (membuat keributan sendiri) "Tantangan atau Kejujuran" (Putri sempat jadi korban nih, dia ditantang untuk kenalan sama cowok…siapa tuh Put namanya?) tapi akhirnya kami masuk juga.
Begitu masuk ruangan, wuzzz…AC dingin banget!!!
Nah, kami dipencar-pencar menjadi beberapa kelompok, dan sama sekali tidak kenal sama siapa pun. Indah ada di kelompok 1, aku 2, Putri 3, ubi Mahar 9, de el-el. Komunikasi hanya bisa lewat SMS. Beberapa menit kemudian, acara dimulai. Seminar ini menarik karena sama sekali tidak ada Master of Ceremony (MC). Sebelumnya pembimbing kelompok menjelaskan bahwa kami sedang memerankan sebuah drama, kami memiliki seorang raja (yang kemudian aku tahu bahwa pemeran tokoh raja adalah seorang dosen dari Fakultas Psikologi UNAIR) bernama Marsulabi, memerintah kerajaan Simalua, dengan kata semangat "Hulawarma!" (apaan tuh ye artinye?).
Unik, menurutku. Karena biasanya seminar dibuka dengan sambutan-sambutan:
1. Ketua Panitia
2. Ketua BEM
3. Ketua Prodi (kalau ada)
4. Dekan
5. Rektor
Fiuh…apa iya didengerin, dengan beberapa menit sambutan kita justru terus membuang waktu. Berbeda dengan seminar di Harvard, Dekannya langsung membuka acara, "Selamat pagi semuanya, perkenalkan saya dekan fakultas X. perkenankan saya untuk memperkenalkan pembicara kita kali ini, silahkan ke depan Mr. A, Mr. B, Mr.C. baiklah, kita mulai dari mana dulu? Kiri ke kanan atau kanan ke kiri? Baiklah…"
Simple kan? (Bapak Hermawanto, dosen Fakultas Ekonomi - UNAIR).
 
Nah, bagaimana si Raja Marsulabi membuka seminar ini?
Sebelumnya para Simaluers (sebutan untuk rakyat Simalua)disuruh menggambarkan logo tentang dirinya pada kain yang dibagikan panitia, kemudian diberi nama. Metode yang untik untuk sebuah ID card. Lalu berbagi cerita kepada keluarga (satu kelompok) mengapa memilih logo itu.
Kemudian beliau bercerita tentang kerajaan Simalua yang mulai mengalami kemunduran karena konfrontasi dari musuhnya, Bang-bang Tut (apa karena kentutnya?). Namun, ada sosok lain dari Bang-bang Tut yang putih dan bersih datang kepada Raja Marsulabi menjelaskan bahwa raja harus menemukan 4 radar naga yang dibawa oleh 'pemantik'. Pemantik pertama adalah seorang penulis cilik (lupa namanya). Ceritanya, dia menulis buku pada usia 14 tahun (sumpah, iri banget), mengenai ini aku langsung dilirik sama mas Febry, alumni Fpsi 2001, bisa dibilang ketua kelompokku "Tuh Ky," katanya(Logo yang kupasang berkaitan sama menulis). Pembicara pertama juga pernah membuat LSM, dan ikut serta dalam diskusi internasional. Gile…
Lalu, berperan sebagai ayah dari si penulis, seorang dosen Fpsi, Bapak Seger mengajak kami untuk menilai diri apakah kami seorang pemimpin atau bukan. Hm…menyenangkan. Ilmu pertama sudah diperoleh, lalu siapa pemantik kedua?
 
Kami kemudian diperintahkan oleh raja untuk ke depan menggambarkan keinginan kami pada tahun 2025 di atas kertas karton lebar yang sudah dibagi menjadi (kalau nggak salah) 8 bagian dan menceritakannya kepada keluarga kami. Hm, metode game yang unik.
 
Tanpa dijemput pengawal, seseorang dengan rambut khasnya pun maju ke singgasana raja, "Siapa Anda, Ki Sanak?"
"Saya adalah pemantik visual"
Siapa itu? Ya, Riri Riza, sutradara berbagai film mulai dari Kuldesak, Petualangan Sherina, Eliana Eliana, GIE, sampai Laskar Pelangi (pengen foto sama orang ini, belum keturutan T_T).
 
Raja melakukan gerakan-gerakan mistis dan Simaluers mengikutinya. Yang ini, keunikan dari Ice Breaking.
 
Pemantik ketiga, kreativitas, seorang entrepreneurship pembuat wooden radio. Silakan Anda tanya mbah google tentang gambar wooden radio, maka akan keluar sebagian besar produk dari Magno®. Intinya, Indonesia juga bisa mengekspor produk ke luar negeri.
 
Terakhir, JFC. Kami sempat dihibur dengan tarian karnaval mereka. Pembicara menyebutkan, walaupun mereka berangkat dari kegagalan menjadi seorang model karena kurangnya tinggi badan, kriteria cantik atau tampan, tapi mereka bisa memamerkan fashion yang unik sampai ke Shanghai dan negara lain.
 
So, BEMers, sampai di sini saya bisa menyimpulkan:
Kita bisa memperbaiki nama baik negara kita karena kita pemuda yang memiliki kreatifitas. Apa yang ingin kamu banggakan?
Apakah kamu suka DESAIN?
Apakah kamu suka AKADEMIS?
Apakah kamu suka FILM?
Let's be creative!
-Menuju Indonesia Kreatif 2020-
 
Alamat web yang wajib dibuka: http://www.berbahaya.com

MJ’s Famz